Sunday, November 26, 2017
IKAA Mesir, Transformasi dan Revolusi
Sunday, September 10, 2017
Open House Idul Adha IKPMA Mesir Kebersamaan Sebuah Keluarga
Sabtu, 02 September 2017 M. lalu, IKPMA Mesir (Ikatan Keluarga Pelajar dan Mahasiswa Attaqwa Mesir) mengadakan kegiatan Open House Idul Adha sekaligus pelaksanaan sholat ghoib dan tahlil untuk ayahanda dari salah satu anggota IKPMA Mesir yaitu saudari Hikmah Umi Azizah yang telah dipanggil oleh Allah Swt. pada hari Jumat lalu.
Acara dimulai setelah sholat maghrib berjama’ah dengan pembacaan surah Yaasiin dan tahlil yang diniatkan untuk orang tua dan guru-guru yang telah mendahului kita, serta dikhususkan juga niat untuk almarhum ayah dari saudari Hikmah.
Setelah adzan isya berkumandang, para anggota IKPMA Mesir dan tamu undangan melaksanakan sholat isya berjama’ah dan dilanjutkan dengan sholat ghoib bersama yang keduanya dilaksanakan dengan khusyuk dan khidmat.
Acara dibuka dan dipimpin oleh saudara Bahrul Ulum yang bertindak sebagai pembawa acara pada acara tersebut, kemudian acara dilanjutkan dengan sambutan oleh ketua IKPMA Mesir yang pada kesempatan itu disampaikan oleh Ust. Abidulloh HZ sebagai PLT (Pelaksana Tugas) Ketua IKPMA Mesir sementara waktu.
Alhamdulillah, pada tahun ini salah seorang senior IKPMA Mesir yaitu Ust. Hanif Fikri, Lc., MA berkurban satu ekor kambing, yang kemudian tim IKPMA Mesir menyulap kambing tersebut menjadi santapan yang lezat nan nikmat. Mudah-mudahan kurban tersebut menambah keluasan dan keberkahan rezeki bagi yang mengeluarkannya. Aamiin.
Open House kali ini dihadiri sekitar 60 orang, yang terdiri dari semua anggota IKPMA Mesir dan juga para tamu undangan, diantaranya perwakilan dari DPP PPMI Mesir dan PCINU Mesir. Acara berjalan dengan lancar dari awal hingga akhir, suasana hangat sebagai keluarga di tanah rantau pun terpancar dalam acara tersebut.
Sebelum ditutup, acara diisi oleh ceramah agama yang disampaikan oleh Ust. Irfan Faqihuddin, Lc. yang berisi hikmah dan rahasia dari pelaksanaan kurban di hari raya idul adha.
Dalam kutipan nya beliau menuturkan :
"من وجد سعة فلم يضحى فلا يقربن مصلانا"
Artinya : barang siapa yg memiliki kelonggaran rezeki dan tidak berkurban maka jangan dekati masjid kami
Kemudian acara open house IKPMA Mesir ditutup dengan doa yang dipimpin oleh Ust. Hanif Fikri, Lc., MA. dan dilanjut dengan ramah tamah. (ZM)
Sunday, September 3, 2017
Berkaca Pada Ibrahim Dan Ismail
Oleh: Misbahul Badri
“Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu;
Insyaa Allah kamu akan mendapatiku
Termasuk orang-orang yang sabar”.
(QS. Ash-Shaffat:102)
Ibrahim dan Ismail dalam Alquran
Merujuk pada alquran, ditemukan bahwa para nabi dan rasul selalu membawa ajaran tauhid. Ayat-ayat di dalamnya mengunggah jiwa dan menuntut mereka untuk membangun sebuah masyarakat yang penuh dengan kemakmuran dan keadilan. Hingga datangnya nabi Ibrahim yang merupakan sosok yang dikenal dengan “Bapak para nabi”, “Bapak monoteisme”, serta “proklamator keadilan ilahi”. Karena agama-agama samawi dewasa ini merujuk kepada ajaran beliau.
Berbicara soal Ibrahim, maka ada sosok yang tak bisa kita lepaskan darinya, yaitu Ismail. Kisahnya pun sudah sangat masyhur di telinga kita. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa nabi Ibrahim mempunyai dua Istri, Siti Hajar dan Siti Sarah. Dari siti Sarah, ia mempunyai anak bernama Ishak, sedangkan dari Siti Hajar, ia mempunyai anak bernama Ismail. Pada garis keturunan Ismail bin Ibrahim-lah akan terjadi sejarah panjang tentang lahirnya sosok Khatami an-Nabiyyin.
Di dalam alquran, nabi Ibrahim dan Ismail menjadi salah satu nama yang paling populer disebut di antara 25 nabi yang termaktub kisahnya. Bukan tanpa alasan tentunya Allah sering menyebut dua nabi tersebut dalam alquran, bahkan dari dua nabi inilah lahir syariat haji yang menjadi pilar agama Islam.
M. fuad Abdul Baqi dalam al-Mu’jam al-Mufahras li alfaz al-Quran menyebutkan bahwa pengulangan kata Ibrahim dalam Alquran sebanyak 69 kali, yang disebutkan secara sharih, tidak dengan kata ganti (dhamir) atau kata lain yang mewakilinya. Sedangkan Ismail terulang sebanyak 12 kali. Beberapa ayat hanya menceritakan masing-masing tokoh, Ibrahim tanpa Ismail atau sebaliknya dan ada pula yang menceritakan kedua tokoh nabi ini.
Dua tokoh ini menjadi panutan dalam segala gerak geriknya, penyebar kabar gembira dan pengingat ketika keluar dari koridor yang ditentukan “(mereka kami utus) selaku rasul-rasul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan dan supaya tidak ada alasan bagi manusia membantah Allah sesudah diutusnya rasul-rasul itu. Dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Qs. An-Nisa: 165).
Haji; peranan penting Ibrahim dan Ismail
Tidak dapat dipungkiri, bahwa aturan (baca: syariat) dalam sebuah agama merupakan hal yang sangat tidak bisa dilepaskan. Hal ini bisa dilihat dari begitu sentralnya peran yang dimainkan Syariat dalam tatanan kehidupan si penganut agama tersebut. dari meleknya mata, hingga mata ini terpejam, semuanya diatur oleh syariat.
Sependek pengamatan yang penulis lakukan, setidaknya ada tiga cara yang Allah gunakan ketika menyampaikan syariat-Nya. Pertama, perintah atau larangan yang Allah sendiri berperan sebagai mutakallimnya, seperti ayat perintah shalat. Kedua, perintah atau larangan yang Allah sampaikan dengan perantara nabi-Nya, seperti tata cara shalat. Ketiga, perintah atau larangan Allah yang disampaikan melalui kisah-kisah nabi.
Haji dan qurban jika dilihat dari klasifikasi di atas, keduanya merupakan bentuk perintah Allah yang disampaikan secara langsung, Allah sendiri lah yang menjadi mutakallimnya. Namun, untuk merealisasikan perintah ini, Allah menjadikan nabi Ibrahim dan Ismail sebagai tokoh utamanya.
“Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadat) manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekkah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia. Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim; barang siapa yang memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah; barang siapa yang mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu dari semesta alam.” (Qs. Ali Imran: 66-67)
Lewat ayat inilah kewajiban haji Allah sampaikan kepada kita. Lalu, apa hubungannya perintah haji dengan nabi Ibrahim dan nabi Ismail? Bukankah haji itu sebuah ritual adat jahiliyah? Untuk menjawab peertanyaan-pertanyaan ini, kita bisa menggunakan pendekatan historis haji itu sendiri.
Saat berbicara tentang sejarah haji, maka satu hal yang tidak bisa dipisahkan juga adalah ka’bah. Fungsi ka’bah di sini adalah sebagai objek. Membahas sisi sejarah haji tanpa mendalami sejarah ka’bah bak memasak sayur tanpa air. Sangat tidak mungkin.
Para sejarawan sepakat bahwa ka’bah pada hakikatnya dibangun oleh nabi Ibrahim dan putranya Ismail. Hal ini karena ka’bah yang ada sekarang identik dengan bangunan yang didirikan oleh nabi Ibrahim dan nabi Ismail. Mereka membangun ka’bah ini karena perintah Allah. Allah berfirman “dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama Ismail (seraya berdoa): “ya tuhan kami terimalah daripada kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Qs. Al-Baqarah: 127).
Haji itu sendiri merupakan salah satu bentuk keragaman ritual keagamaan bagi pemeluk agama-agama samawi. Haji telah dilaksanakan oleh para nabi sebelum nabi Muhammad. Ibadah haji juga menjadi salah satu kewajiban seorang nabi. Tetapi, cara pelaksanaan (manasik) haji antara satu nabi dengan nabi lain memiliki perbedaan. Hal ini disebabkan oleh keragaman kondisi umat manusia dan lingkungan yang ada pada jamannya.
Pelaksaan ibadah haji yang dilakukan nabi Ibrahim mempunyai manasik yang terurai, terutama terkait dengan tempat dan kegiatan. Beberapa manasik tersebut berkaitan dengan sejarah hidup keluarga nabi Ibrahim. Ibadah haji yang dilakukan nabi Ibrahim dimulai dengan tawaf, pada setiap putaran mereka mengusap rukn (sudut ka’bah), Setelah itu mereka melaksanakn shalat di balik makam Ibrahim, dan kemudian melakukan sa’i antara bukit Shafa dan Marwah, lalu mereka berangkat ke Mina untuk melempar jumrah dan dilanjutkan dengan mengunjungi Arafah, ditempat ini lah Allah memerintahkan nabi Ibrahim untuk menyeru manusia untuk melaksanakan ibada haji. Dari Arafah mereka menyembelih kurban dan bercukur.
Setelah melaksanakan ibadah haji, nabi Ibrahim kembali ke Syam dan meninggalkan nabi Ismail di Mekkah. Saat itu nabi Ismail mencapai kedewasaaannya, hingga mampu menggantikan ayahnya dalam mengemban tugas dakwah yang Allah perintahkan.
Hingga saat ini, rentetan tata cara haji persis sesuai dengan apa yang dilakukan nabi Ibrahim dan nabi Ismail kala itu. Artinya, dapat kita simpulkan bahwa nabi Ibrahim dan nabi Ismail berhasil menjalankan tugasnya sebagai tokoh utama dalam proses ibadah haji ini. Sehingga perannya pun masih bisa kita rasakan saat ini. Wallahu a’lam
Wednesday, August 2, 2017
Laporan Kajian Tokoh IKPMA Mesir
Thursday, June 15, 2017
Seikat Tali Persaudaraan
"Namaku Manila, panggil saja dengan nila, itu nama kecilku", katanya ketika kami berkenalan pada suatu hari dalam bis angkot yang membawa kami bersama ke satu tujuan, yaitu jln Semangka I, tempat di mana aku tinggal sekarang. “Hmm...nama yang unik, mengingatkanku pada sebuah ibu kota, tepatnya ibu kota Thailand. Nama yang sangat mudah diingat”, pikirku. Setelah perkenalan itu, baru aku tahu kalau mbak Nila ini adalah keponakan om dan tante Budi, tetangga sebelahku. Rupanya ia baru datang dari Yogya seminggu yang lalu.
Wednesday, April 26, 2017
Perjalanan KBIH Attaqwa ke Mesir
Alhamdulillahirobbil ‘alamiin, pada hari Sabtu 8 April 2017 rombongan KBIH Attaqwa sampai di bumi kinanah dalam rangka Umroh plus Brunei Darussalam dan Mesir. Namun, tidak semua jamaah mengikuti agenda ke Mesir. Di antara jama’ah yang ikut ke Mesir adalah guru kita: KH. Ahmad Rosyidi HS dan istri, H. Nur Anwar Amin, Lc., MA., Ahmad Habibulloh beserta istri dan ibu mertuanya.
Rombongan KBIH Attaqwa tiba di bandara Internasional Kairo sekitar pukul 14:00 clt. Kemudian melanjutkan perjalanan ke Masjid dan Makam Imam As-Syafi’ie serta ziarah ke makam para ulama di sekitar daerah tersebut.
Setelah semua rentetan acara pada hari pertama itu telah selesai, rombongan menuju hotel untuk check in dan bersiap menghadiri acara silaturrahmi bersama anggota Ikatan Keluarga Pelajar dan Mahasiswa Attaqwa Mesir (IKPMA Mesir).
Tepat pukul 9 malam clt. Rombongan KBIH Attaqwa sampai di Sekretariat IKPMA Mesir, terdengar bunyi hadroh saling bersahutan menyambut dengan gembira guru-guru kita. Dimulailah acara kita pada malam tersebut, rangkaian demi rangkaian kita lewati setiap menitnya hingga sampailah kita ke penghujung acara yaitu nasihat dan motivasi yang disampaikan oleh bapak KH. Ahmad Rosyidi HS.
Selera humoris yang disampaikan beliau sangat menyentuh hati para mujtahid/ah. Bahkan ada beberapa pesan yang terngiang di telinga kami sampai saat ini, beliau bilang: “Nak, kalian tinggal di Negara Arab, maka diusahakan berbicaralah dengan bahasa arab. Kenapa? Agar ketika pulang ke Indonesia kalian sudah terbiasa untuk menggunakan bahasa Arab”.
Ust. H. Nur Anwar Amin, Lc., MA. Menambahkan dengan menggambarkan kondisi ibu kota Negara kita saat ini, langsung saja beliau bertanya: “Apa tugas kalian di Negeri yang jauh ini? Kita semua minta doa terbaik dari kalian agar siapapun yang terpilih menjadi gubernur bisa menjadikan Jakarta lebih baik lagi”.
Merupakan suatu kebahagiaan ketika seorang anak dikunjungi oleh orang tuanya, hal itulah yang juga dirasakan anggota IKPMA Mesir pada malam itu, keakraban dan suasana yang hangat menyelimuti sekretariat IKPMA Mesir. bagai tertimpa durian runtuh, bukan hanya dikunjungi tetapi anggota IKPMA Mesir juga mendapatkan sekoper oleh-oleh dari Indonesia.
Di hari berikutnya rombongan KBIH Attaqwa mengunjungi salah satu dari 7 keajaiban dunia, yang tak lain dan tak bukan adalah Pyramida yang terletak di daerah Giza, Mesir. Dilanjutkan dengan perjalan ke Museum tahrir dan Masjid Amru bin Ash (masjid tertua di Mesir).
Kala senja mulai terlihat, langkah para guru terhenti di Masjid Sayyidina Husein untuk berziarah dan dilanjutkan dengan berburu oleh-oleh di pasar Internasional Khan el Khalili yang ditemani oleh beberapa anggota IKPMA Mesir. Perjalanan hari itu ditutup dengan kunjungan ke masjid Al-Azhar Kairo yang pada saat ini dalam proses renovasi.
Mentari pagi menampakkan keindahannya di hari itu, dimulailah perjalanan rombongan KBIH Attaqwa ke kota Alexandria yang menempuh waktu kurang lebih selama 3 jam lamanya. Megelilingi masjid dan peninggalan-peninggalan yang ada di kota tepi pantai tersebut.
Esok harinya, rombongan KBIH Attaqwa kembali ke tanah air tercinta Indonesia
By : Ahmad Zayadi Masykur dan Ulyasari Awfiya
Friday, March 31, 2017
Kepemimpinan Antara Tsiqah dan Khibrah
“Sesungguhnya Allah telah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia hendaknya kamu menetapkannya dengan adil. Sungguh Allah sebaik-baik yang memberi pengajaran kepadamu. Sesungguhnya Allah maha mendengar, maha melihat” (Q.S. An Nisa: 58)
Sang tercinta Muhammad Saw. telah mengajari, apabila kita dihadapkan suatu perkara dan diperintahkan untuk memilih seseorang yang akan kita percayakan untuk mengurus perkara umat, maka kita diajarkan untuk tidak mempercayakannya kecuali kepada mereka yang dapat memberikan manfaat kepada umat.
(Q.S At Taubah: 128-129)
Jaridah KREASI
PERPISAHAN
Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-sempurnkan kepadamu nukmat-ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu”. (Al-Ma’idah : 3)
Siapa yang tidak mengenal dengan sosok manusia pembawa dan pencerah terhadap peradaban manusia? Beliau adalah makhluk yang mulia, yang kemuliannya dimuliakan oleh yang Maha Mulia. Beliau adalah orang besar, yang kebesarannya dibesarkan oleh yang Maha Besar. Beliau adalah pribadi yang sempurna, yang kesempurnaannya disempurnakan oleh yang Maha Sempurna. Siapa lagi kalau bukan Nabi Muhammad Saw..
لقد كان لكم في رسول لله أسوة حسنة
“sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah Saw. itu suri teladan yang baik bagimu” (Al-Ahzab : 21)
Ketika ditanya tentang akhlak Rasulullah Saw., Sayyidah Aisyah Ra. mengatakan:
كان خلقه القران
“Akhlak beliau ialah Al-Quran.” (H.R Ahmad)
Adalah sunnatullah tak ada pertemuan yang tak berakhir dengan perpisahan. Sebagaimana yang dialami pedagang minyak wangi dan kita tentunya pasti mengamini sunnatullah ini.
Disebut ‘Haji Islam’ karena Allah Swt. telah menyempurnakan agama ini kepada umat manusia dan mencukupkan pula nikmat-Nya. Haflah pada hari ini bisa disebut dengan ‘haflatul Islam’ karena mereka telah menyelesaikan masa studi-nya serta cukup keilmuannya yang telah diperoleh dari para masyayikh di Jâmi’ dan Jâmi’ah Al-Azhar.
Juga disebut ‘Haji Penyampaian’ yang berarti Nabi Muhammad Saw. telah menyampaikan kepada umat manusia apa yang telah diperintahkan Allah Swt.. Haflah hari ini bisa dibilang ‘Haflah Penyampaian’. karena sudah waktunya mereka menyampaikan apa yang telah mereka dapat selama menempuh pendidikan di Al-Azhar.
Ibadah Haji adalah panggilan Allah, begitupun kuliah di Al-Azhar tidak semua orang bisa mendapat kesempatan istimewa ini. Hanya bagi yang bertekad kuat, banyak berdo’a dan berusaha dengan maksimal yang mendapatkan kesempatan.
Ada sekian ribu orang setiap tahunnya yang bercita-cita kuliah di Al-Azhar, tapi hanya beberapa orang yang beruntung. Ada yang keinginannya menggebu-gebu, tapi ternyata tidak mendapatkan restu dari orang tua. Misalnya karena anak bungsu atau anak sulung yang harus menemani orang tua, dan alasan-alasan lain. Ada yang keinginannya menderu-deru dan restu sudah didapat, tapi ketika diuji ia tak lolos. Ada lagi yang sudah beruntung dan lulus ujian, tapi entah kenapa ekonomi orang tua bermasalah sehingga ia gagal pergi ke negeri Kinanah. Kalau bukan rezekinya, bagaimanapun caranya tak akan dapat, maka bersyukurlah bagi yang mendapatkannya.
Ibadah haji memiliki prosedur tersendiri, jika ditinggalkan tak akan sah ibadah Haji tersebut. Diantara prosedur yang harus dilakukan:
Pertama; Ihram, secara harfiah berarti melarang atau mencegah. Kegiatan Ihram ini melarang seseorang yang sedang melaksanakan ibadah haji melakukan segala perbuatan yang telah diatur dan ditetapkan dalam ilmu fikih, seperti berburu, memakai minyak wangi dan lain sebagainnya.
Begitupun bagi seorang pelajar, ada hal-hal yang telah diwasiatkan oleh para ulama agar dihindari, seperti makan makanan yang makruh, melakukan maksiat, dan lain sebagainnya.
Kedua; Wukuf, secara harfiah berarti berdiam diri atau berhenti. Wukuf di Padang Arafah merupakan ritual terpenting yang yang wajib dilakukan jamah haji mulai dari tergelincirnya matahari tanggal 9 Dzulhijjah sampai terbenam matahari pada tanggal 10 Dzulhijjah.
Yang sangat dianjurkan ketika wukuf di Arafah adalah memperbanyak berdzikir dan berdo’a kepada Allah Swt.. Maka “Wukufnya” seorang pelajar Al-Azhar ialah selalu menghidupi waktu malamnya dengan banyak berdo’a, berdzikir dan qiyamullail.
Ketiga; Tawaf, merupakan rukun haji yang ketiga yang harus dilakukan oleh jamaah haji agar ibadah hajinya sah. Secara harfiah tawaf berarti berkeliling. Menurut istilah dalam ilmu fikih, tawaf adalah mengelilingi ka’bah sebanyak 7 putaran dengan tata cara yang diatur dalam ilmu fikih.
Tawaf yang dilakukan seorang pelajar di Azhar adalah mengeliling mejlis-majlis ilmu yang ada di lingkugan Al-Azhar. Dari masjid ke masjid, dari masjid ke madhiyafah (Pengajian), dari sebuah madhiyafah ke madhiyafah yang lain.
Keempat; Sa’i, secara harfiah berarti bekerja, berusaha, berjalan, berlari. Sedangkan menurut istilah dalam ilmu fikih, sa’i bermakna berlari-lari kecil antara bukit Shafa dan bukit Marwah sebanyak tujuh kali. Dimulai dari bukit shafa dan berakhir di bukit marwah. Tidaklah sah ibadah haji seseorang apabila tidak melakukan sa’i ini.
Syeikh Usamah Sayyid Al-Azhari, penasihat Presiden Republik Arab Mesir pernah berkata dalam salah satu majelisnya, bahwa “Al-Azhar itu Jâmi’ (masjid) dan Jâmi’atan (universitas)”. Seseorang tidak dapat dikatakan Azhari jika hanya menyibukan diri di Jâmi’ah, tapi seseorang dapat dikatatakan Azhari jika menyibukan diri di Jâmi’. Mengapa demikian? Karena sistem pengajaran keduanya berbeda, di Jâmi’ dengan system talaqqi sedangkan di Jâmi’ah dengan system perkuliahan di kelas. adapun memadukan keduanya merupakan hal yang paling baik dan utama.
Kelima; Tahallul, yang berarti penghalalan. Kaitannya dengan ibadah haji, tahallul merupakan ritual yang dilakukan untuk melepaskan seorang yang sedang haji dari larangan atau pantangan ihram dengan cara bercukur dan menggunting rambut. Prosesi rukun haji ini dilakukan setelah pelaksanaan sa’i.
“Tahallul” seorang pelajar Al-Azhar ialah dibolehkannya berdakwah secara resmi setelah melakukan “sa’i” dengan baik - yakni telah menyelesaikan pembelajaran dengan baik baik di Jâmi’ maupun di Jâmi’ah. Symbol seseorang telah melaksanakan tahallul adalah dengan mencukur rambut, sedangkan symbol seorang pelajar Al-Azhar yang telah menyelesaikan pendidikannya adalah dengan adanya ijazah dari Jâmi’ah dan sanad dari Jâmi.
Akhirnya jika seorang yang berhaji telah melakukan prosedur dengan baik, maka akan tersemat pada dirinya titel ‘Haji’ di depan namanya. Begitu juga seorang Thalib ilmu di Al-Azhar, jika telah melakukan prosedur dengan baik maka akan tersemat didalam dirinya seorang AZHARI.
Setiap seseorang yang telah menyelesaikan ibadah haji mereka berharap ibadahnya hajinya mabrur, begitupun seorang Thalib ilmu ketika telah menyelasaiknan pendidikan mereka berharap ilmunya bermanfaat.
bukan hanya bisa menyuburkan tanah - memuaskan dahaga - lebih dari itu ia bisa memadamkan api.
Jaridah KREASI